Grand Theory adalah
pemaknaan perilaku dengan cara yang benar secara universal. Grand theory memiliki kemampuan untuk menyatukan semua pengetahuan yang kita miliki
mengenai komunikasi menjadi sebuah kerangka teori.
Grand Theory, istilah yang diciptakan oleh C. Wright Mills dalam ‘The sociological imagination (1959)’ yang berkenaan
dengan bentuk abstrak tertinggi suatu peneorian yang tersusun atas
konsep-konsep yang diprioritaskan agar dapat mengerti dunia sosial.
Grand
Theory menekankan pada konsep keseimbangan, pengambilan keputusan, sistem
dan bentuk komunikasi sebagai sarana dasar perangkat pengatur (central organizing devices) untuk mengkaji
hubungan internasional.
Peletak
dasar utama grand theory dalam politik internasional adalah Hans. J.
Morgenthau melalui buku klasiknya “Politics Among Nations”(1948).
Morgenthau menunjukkan dan membuktikan bahwa berbagai data politik internasional
bisa dipadukan dalam model power politics. Sumbangan pemikirannya bagi studi
hubungan internasional menunjukan bahwa:
1. Bidang studi hubungan
internasional harus mencoba menyusun generalisasi, dan tidak terpaku pada
peristiwa yang unik.
2. Hubungan internasional pada
hakekatnya menunjukkan pola perilaku yang selalu berulang.
3. Pokok
bahasan (core subjects) dikaji untuk menelusuri sumber perilaku negara dalam
mendapatkan power serta menetapkan pola hubungan tertentu seperti pertimbangan
kekuatan.
Teori Komunikasi yang masuk dalam kategori ini:
- Teori Interaksionisme Simbolik
Sejarah Teori Interaksionisme Simbolik tidak
bisa dilepaskan dari pemikiran George Herbert Mead (1863-1931). Mead
membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical Perspective”
yang merupakan cikal bakal “Teori Interaksi Simbolik”. Dikarenakan
Mead tinggal di Chicago selama lebih kurang 37 tahun, maka
perspektifnya seringkali disebut sebagai Mahzab Chicago.
Dalam terminologi yang dipikirkan Mead,
setiap isyarat non verbaldan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan
bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan
satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol
yang diberikan oleh oranglain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui
pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan,
pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol
yang ditampilkan oleh orang lain.
Sesuai dengan pemikiran-pemikiran Mead,
definisi singkat dari tiga ide dasar dari interaksi simbolik adalah :
a. Mind (pikiran) - kemampuan untuk
menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap
individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan
individu lain.
b. Self (diri) - kemampuan untuk
merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau
pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu
cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri
sendiri (the-self) dan dunia luarnya.
c. Society (masyarakat) - hubungan sosial
yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu
ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam
perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang
pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di
tengah masyarakatnya.
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert
Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:
1. Pentingnya makna bagi perilaku
manusia,
Tema
ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana
dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses
komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada
akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses
interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara
bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut : Manusia,
bertindak, terhadap, manusia, lainnya berdasarkan makna yang
diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar
manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif .
2. Pentingnya konsep
mengenai diri (self concept)
Tema
ini berfokus pada pengembangan konsep diri melaluiindividu tersebut secara
aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya dengan cara
antara lain : Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui nteraksi
dengan orang lain, Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku Mead
seringkali menyatakan hal ini sebagai : ”The particular kind of role
thinking – imagining how we look to another person” or ”ability to see
ourselves in the reflection of another glass”.
3. Hubungan antara individu dengan
masyarakat.
Tema
ini berfokus pada dengan hubungan antara kebebasanindividu dan masyarakat,
dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada
akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam
sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah
untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalamproses sosial.
Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah :Orang dan kelompok
masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur sosial
dihasilkan melalui interaksi sosial
Generasi
setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksisimbolik, dimana pada saat
itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua Mahzab, dimana kedua mahzab
tersebut berbeda dalam hal metodologi, yaitu :
1.
Mahzab
Chicago yang dipelopori oleh Herbert Blumer : Blummer memberikan
pengembangan dalam pikiran-pikiran mead menjadi tujuh buah asumsi yang
mempelopori pergerakan mazhab Chicago baru.
Tujuh asumsi tersebut adalah :
Manusia bertindak terhadap orang lain
berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka, Makna diciptakan dalam
interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui sebuah proses interpretif,
Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang
lain, Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku, Orang
dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur
sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
2.
Mahzab
Iowa yang dipelopori oleh Manfred Kuhn dan Kimball Young
Mahzab Iowa dipelopori oleh
Manford kuhn dan mahasiswanya,dengan melakukan pendekatan kuantitatif, dimana
kalangan ini banyak menganut tradisi epistemologi dan metodologi
post- positivis yang mengambil dua langkah cara pandang baru
yang tidak terdapat pada teori sebelumnya, yaitu memperjelas konsep
diri menjadi bentuk yang lebih kongkrit.
Tokoh
teori interaksi simbolik antara lain : George Herbert Mend,Herbert
Blumer, Wiliam James, Charles Horton Cooley. Teori interaksi simbolik
menyatakan bahwa interaksi sosial adalah interaksi symbol. Manusia berinteraksi
dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain memberi makna atas
simbol tersebut. Asumsi-asumsi: a. Masyarakat terdiri dari manusia yang
berinteraksi melalui tindakan bersama dan membentuk organisasi. b. Interaksi
simbolik mencangkup pernafsiran tindakan. Interaksi non simbolik hanyalah
mencangkup stimulus respon yang sederhana.
A Middle-Range theory dikemukakan oleh sosiolog amerika
Robert Merton dalam ‘Social theory and social
Structure’ (1957) untuk menghubungkan pemisah diantara
hipotesis-hipotesis terbatas dari studi empirisme dan teori-teori besar yang
abstrak yang diciptakan Talcott Parson. Dia menjelaskan middle-range theory
sebagai teori yang berbohong diantara minor-minor tapi diperlukan hipotesis
yang berkembang dalam keadaan yang berlimpah dalam penelitian selama
berhari-hari hingga diperlukan usaha-usaha sistematis untuk mengembangkan teori
gabungan yang akan menjelaskan seluruh penelitian yang seragam dari perilaku
sosial, organisasi dan perubahan sosial. Banyak konsep tang dikembangkan dari
mid-range theories telah menjadi bagian dari kosakata dasar sosiologi :
retreatisme, ritualisme, manifest dan latent functions, opportunity structure,
paradigma, reference group, role-sets, self-fulfilling propechy dan unintended
concequence. Pemikira middle-range theory secara langsung maupun tidak langsung
memengaruhi pandangan sosiolog atas pekerjaan mereka.
Teori
ini dipergunakan sebagai hipotesis yang patut diuji, bukan sebagai
perangkat pengatur studi hubungan internasional. Objek yang ditelusuri jauh
diluar bidang perhatian kelompok tradisional, perhatian lebih jauh ditujukan
pada hukum internasional, organisasi internasional, serta peristiwa yang sedang
berlangsung.
Mid-range
theory disepakati sebagai suatu bidang yang relatif luas dari suatu fenomena,
tapi tidak membahas keseluruhan fenomena dan sangat memperhatikan kedisiplinan (Chinn and Kramer, 1995, p 216).
Beberapa
mid-range theories didasari oleh grand theories. Hal ini ditegaskan pernyataan
Smith (1994), bahwa fungsi utama grand theories adalah sebagai sumber utama
yang selanjutnya akan dikembangkan oleh middle-range theories.
Teori
komunikasi yang masuk dalam kategori ini:
– Uncartainly
reduction: Bagaimana orang berhadapan dengan orang asing.
– Face negotiation
theory: Teori ini tentang antara individualisme dan kolektifisme. Bertemunya dua orang berasal dari budaya yang berbeda sehingga terjadi konflik. Perbedaan ini mengacu kepada tiga hal, yakni: diri, tujuan, dan kewajiban.
– Group theory: Bagaimana
orang-orang dalam kelompok menyetujui sebuah keputusan.
Narrow Theory menitikberatkan pada orang-orang tertentu pada waktu tertentu.
misalnya : aturan-aturan
komunikasi dalam sebuah konflik umum.
Ada beberapa konflik
misalnya dalam sebuah stand point theory harapan bahwa koreksi tentang sebab
perempuan harus dimodifikasi dengan menghubungkan pada tingkatan dan ras.
-Teori Penetrasi Sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas
Taylor. Teori penetrasi sosial
secara umum membahas tentang bagaimana proses komunikasi interpersonal. Di sini
dijelaskan bagaimana dalam proses berhubungan dengan orang lain, terjadi
berbagai proses gradual, di mana terjadi semacam proses adaptasi di antara
keduanya, atau dalam bahasa Altman dan Taylor: penetrasi sosial.
Altman dan Taylor (1973) membahas tentang
bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka, pada
dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain sejauh
kita mampu melalui proses “gradual and orderly fashion from superficial to
intimate levels of exchange as a function of both immediate and forecast
outcomes.”
Altman dan Taylor mengibaratkan manusia
seperti bawang merah. Maksudnya adalah pada hakikatnya manusia memiliki
beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika kita mengupas
kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya.
Begitu pula kepribadian manusia.
Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia
adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada
orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat
lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak
terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate.
Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja, orang
terdekat misalnya.
Dan lapisan yang paling dalam adalah
wilayah private, di mana di dalamnya terdapat nilai-nilai, konsep
diri, konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi yang terpendam, dan
semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat oleh dunia luar, oleh siapapun, bahkan
dari kekasih, orang tua, atau orang terdekat manapun. Akan tetapi lapisan ini
adalah yang paling berdampak atau paling berperan dalam kehidupan seseorang.
Kedekatan kita terhadap orang lain, menurut
Altman dan Taylor, dapat dilihat dari sejauh mana penetrasi kita terhadap
lapisan-lapisan kepribadian tadi. Dengan membiarkan orang lain melakukan
penetrasi terhadap lapisan kepribadian yang kita miliki artinya kita membiarkan
orang tersebut untuk semakin dekat dengan kita. Taraf kedekatan hubungan
seseorang dapat dilihat dari sini.
Dalam perspektif teori penetrasi sosial,
Altman dan Taylor menjelaskan beberapa penjabaran sebagai berikut:
Pertama, Kita lebih sering dan lebih cepat akrab
dalam hal pertukaran pada lapisan terluar dari diri kita. Kita lebih mudah
membicarakan atau ngobrol tentang hal-hal yang kurang penting dalam diri kita
kepada orang lain, daripada membicarakan tentang hal-hal yang lebih bersifat
pribadi dan personal. Semakin ke dalam kita berupaya melakukan penetrasi, maka
lapisan kepribadian yang kita hadapi juga akan semakin tebal dan semakin sulit
untuk ditembus. Semakin mencoba akrab ke dalam wilayah yang lebih pribadi, maka
akan semakin sulit pula.
Kedua, keterbukaan-diri (self disclosure)
bersifat resiprokal (timbal-balik), terutama pada tahap awal dalam suatu
hubungan. Menurut teori ini, pada awal suatu hubungan kedua belah pihak
biasanya akan saling antusias untuk membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat
timbal balik. Akan tetapi semakin dalam atau semakin masuk ke dalam wilayah
yang pribadi, biasanya keterbukaan tersebut semakin berjalan lambat, tidak
secepat pada tahap awal hubungan mereka. Dan juga semakin tidak bersifat timbal
balik.
Ketiga, penetrasi akan cepat di awal akan
tetapi akan semakin berkurang ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin
dalam. Tidak ada istilah “langsung akrab”. Keakraban itu semuanya membutuhkan
suatu proses yang panjang. Dan biasanya banyak dalam hubungan interpersonal yang
mudah runtuh sebelum mencapai tahapan yang stabil. Pada dasarnya akan ada
banyak faktor yang menyebabkan kestabilan suatu hubungan tersebut mudah runtuh,
mudah goyah. Akan tetapi jika ternyata mampu untuk melewati tahapan ini,
biasanya hubungan tersebut akan lebih stabil, lebih bermakna, dan lebih
bertahan lama.
Keempat, depenetrasi adalah proses yang
bertahap dengan semakin memudar. Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak
berjalan lancar, maka keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi
proses ini tidak bersifat eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi lebih
bersifat bertahap. Semuanya bertahap, dan semakin memudar.
Dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu
hubungan adalah penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Maksudnya
adalah mungkin dalam beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi kita bisa
sangat terbuka kepada seseorang yang dekat dengan kita. Akan tetapi bukan
berarti juga kita dapat membuka diri dalam hal pribadi yang lainnya. Mungkin
kita bisa terbuka dalam urusan asmara, namun kita tidak dapat terbuka dalam
urusan pengalaman di masa lalu. Atau yang lainnya.
Karena hanya ada satu area saja yang terbuka
bagi orang lain (misalkan urusan asmara tadi), maka hal ini menggambarkan
situasi di mana hubungan mungkin bersifat mendalam akan tetapi tidak meluas (depth
without breadth). Dan kebalikannya, luas tapi tidak mendalam (breadth
without depth) mungkin ibarat hubungan “halo, apakabar?”, suatu hubungan
yang biasa-biasa saja. Hubungan yang intim adalah di mana meliputi keduanya,
dalam dan juga luas.
Keputusan tentang seberapa dekat dalam suatu
hubungan menurut teori penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung-rugi (reward-costs
analysis). Setelah perkenalan dengan seseorang pada prinsipnya kita
menghitung faktor untung-rugi dalam hubungan kita dengan orang tersebut, atau
disebut dengan indeks kepuasan dalam hubungan (index of relational
satisfaction). Begitu juga yang orang lain tersebut terapkan ketika
berhubungan dengan kita. Jika hubungan tersebut sama-sama menguntungkan maka
kemungkinan untuk berlanjut akan lebih besar, dan proses penetrasi sosial akan
terus berkelanjutan.
Altman dan Taylor merujuk kepada pemikiran
John Thibaut dan Harold Kelley (1952) tentang konsep pertukaran sosial (social
exchange). Menurut mereka dalam konsep pertukaran sosial, sejumlah hal yang
penting antara lain adalah soal relational outcomes, relational
satisfaction, dan relational stability.
Thibaut dan Kelley menyatakan bahwa kita
cenderung memperkirakan keuntungan apa yang akan kita dapatkan dalam suatu
hubungan atau relasi dengan orang lain sebelum kita melakukan interaksi. Kita
cenderung menghitung untung-rugi. Jika kita memperkirakan bahwa kita akan
banyak mendapatkan keuntungan jika kita berhubungan dengan seseorang tersebut
maka kita lebih mungkin untuk membina relasi lebih lanjut.
Dalam masa-masa awal hubungan kita dengan
seseorang biasanya kita melihat penampilan fisik atau tampilan luar dari orang
tersebut, kesamaan latar belakang, dan banyaknya kesamaan atau kesamaan
terhadap hal-hal yang disukai atau disenangi. Dan hal ini biasanya juga
dianggap sebagai suatu “keuntungan”.
Akan tetapi dalam suatu hubungan yang sudah
sangat akrab seringkali kita bahkan sudah tidak mempermasalahkan mengenai
beberapa perbedaan di antara kedua belah pihak, dan kita cenderung menghargai
masing-masing perbedaan tersebut. Karena kalau kita sudah melihat bahwa ada
banyak keuntungan yang kita dapatkan daripada kerugian dalam suatu hubungan,
maka kita biasanya ingin mengetahui lebih banyak tentang diri orang tersebut.
Menurut teori pertukaran sosial, kita
sebenarnya kesulitan dalam menentukan atau memprediksi keuntungan apa yang akan
kita dapatkan dalam suatu hubungan atau relasi dengan orang lain. Karena secara
psikologis apa yang dianggap sebagai “keuntungan” tadi berbeda-beda tiap-tiap
orang. Teori pertukaran sosial mengajukan dua standar umum tentang apa-apa yang
dijadikan perbandingan atau tolok ukur dalam mengevaluasi suatu hubungan
interpersonal.
Yang pertama, terkait dengan relative
satisfaction (kepuasan relatif): seberapa jauh hubungan interpersonal
tersebut dapat membuat kita bahagia atau justru tidak bahagia. Thibaut dan
Kelley menyebut hal ini sebagai comparison level.
Misalkan saja kita ambil contoh ketika kita mengobrol
dengan kekasih kita melalui telpon. Jika kita biasanya berbincang melalui
telpon dengan kekasih kita dalam hitungan waktu 1 jam, maka angka 1 jam akan
menjadi tolok ukur kepuasan kita dalam hubungan tersebut. Jika ternyata kita
mengobrol lebih lama dari 1 jam, katakanlah 1 jam 30 menit maka kita akan
menilai hal tersebut lebih dari memuaskan. Akan tetapi begitu pula sebaliknya,
jika ternyata kita hanya berbincang kurang dari 1 jam kita cenderung menganggap
obrolan kita tersebut kurang memuaskan. Ini memang hanya salah satu faktor saja
dalam menilai kepuasan dalam hubungan via telpon tersebut. Faktor lainnnya yang
juga dijadikan pertimbangan adalah nada bicara, intonasi, topik yang
dibicarakan, kehangatan bicara, dan seterusnya.
Selain itu, comparison level kita
dalam hal pertemanan, asmara, hubungan keluarga, banyak dipengaruhi oleh
bagaimana sejarah hubungan interpersonal kita di masa lalu. Kita menilai nilai
suatu hubungan berdasarkan perbandingan dengan pengalaman kita di masa yang
lampau. Kita cenderung menyimpan secara baik kenangan kita dalam hubungan
interpersonal dengan pihak lain untuk dijadikan semacam perbandingan dalam
hubungan interpersonal kita di masa sekarang dan di masa depan. Ini juga tolok
ukur yang sangat penting.
Yang kedua, oleh Thibaut dan Kelley disebut
sebagai the comparison level of alternatives. Pada tahapan ini kita
memunculkan suatu pertanyaan dalam hubungan interpersonal kita. Kita mulai
mempertanyakan kemungkinan apa yang ada di luar hubungan yang sedang dijalani
tersebut. Pertanyaan tersebut antara lain “Apakah saya akan mendapatkan
keuntungan yang lebih banyak jika saya berhubungan dengan orang yang lain?”
atau pertanyaan “Kemungkinan terburuk apa yang akan saya dapatkan jika saya
tetap berhubungan dengan orang ini?”.
Semakin menarik kemungkinan yang lain di luar
hubungan tersebut maka ketidakstabilan dalam hubungan kita akan semakin besar.
Dalam hal ini terkesan teori pertukaran sosial ini lebih mirip dengan kalkulasi
ekonomis tentang untung-rugi, memang. Banyak pihak yang menyebutkan teori ini
sebagaitheory of ecomonic behavior.
Tidak seperti comparison level,
comparison level of alternativestidak mengukur tentang kepuasan. Konsep ini
tidak menjelaskan mengapa banyak orang yang tetap bertahan dalam suatu hubungan
dengan orang yang sering menyiksa dirinya, sering menyakiti.
Maka menurut teori ini, kunci dari suatu
hubungan yang akan tetap terbina adalah sejauh mana suatu hubungan itu
memberikan keuntungan, sejuah mana hubungan tersebut mampu menghasilkan
kepuasan, sejauh mana hubungan tersebut tetap stabil, dan tidak adanya
kemungkinan yang lain yang lebih menarik daripada hubungan yang sedang mereka
jalani tersebut.
Teori ini sendiri tidak terlepas dari sejumlah
kritikan. Ada kritikan yang menyatakan bahwa seringkali cepat-lambatnya suatu
hubungan tidak bersifat sengaja atau mampu diprediksikan sebelumnya. Ada
kalanya ketika kita dengan terpaksa harus cepat mengakrabkan diri dengan
seseorang tertentu, dan kita tidak memiliki pilihan yang lain. Teori tersebut
tidak mampu menjelaskan soal ini.
Teori ini juga tidak mengungkapkan persoalan
gender dalam penjelasannya. Padahal perbedaan gender akan sangat berpengaruh
kepada persoalan keterbukaan-diri dalam relasi interpersonal. Bahkan penelitian
selanjutnya dari Altman dan Taylor mengungkapkan bahwa males are less
open than females.
Altman dan Taylor juga hampir secara konsisten
menggunakan perspektif untung-rugi dalam menilai atau mengukur suatu relasi
interpersonal. Pertanyaannya yang pertama muncul adalah sejauh mana kita akan konsisten
dalam menilai yang mana yang merupakan keuntungan dan yang mana yang merupakan
kerugian bagi diri kita dalam hubungan tersebut? Dan pertanyaan yang kedua
adalah sejauh mana kita akan terus bersifat egois dalam suatu hubungan dengan
orang lain?
Kita juga sering merasa bahwa dalam suatu
hubungan interpersonal bahwa segalanya tidak melulu tentang diri kita, tentang
apa keuntungan yang kita dapatkan dalam hubungan tersebut. Bahkan kita
seringkali merasa senang bahwa teman kita mendapatkan suatu keuntungan atau
kabar yang menggembirakan. Walaupun hal itu bukan terjadi pada diri kita,
ternyata kita juga mampu untuk turut berbahagia. Hal ini juga tidak mampu
dijelaskan dalam teori tersebut.
Daftar Pustaka:
·
McKenna H.P. (1997) Nursing Models and Theories.
London, Routledge, p. 144-146.
Griffin, Emory A., A First Look at Communication Theory, 5th
edition, New York: McGraw-Hill, 2003, page 132—141
Nama: Natasya Jane Veronica M
NIM: 1410121061
Mata Kuliah: Teori Komunikasi 1
(The 2nd Assignment)